Jika burung Anda tersengal-sengal sulit bernapas, bisa jadi hal itu disebabkan oleh serangan malaria unggas, meskipun penyakit yang lain juga bisa menyebabkan burung megap-megap sulit bernapas. Memang, penyakit burung banyak sekali macamnya dengan gejala yang variatif. Salah satu penyakit bangsa burung adalah apa yang disebut sebagai malaria unggas. “Binatang” apakah itu?
Berdasar tulisan tentang “Apa Itu Malaria Unggas” yang dimuat di www.poultryindonesia.com, saya turunkan tulisan ini yang saya sesuaikan dengan keperluan perawatan burung. Saya sebenarnya ingin menunjukkan link langsung ke tulisan di situs tersebut, tetapi ternyata sudah tidak ada karena terjadi perubahan tampilan pada www.poultryindonesia.com dan arsip di situs itu tentang tulisan ini juga sudah tidak ada. Beruntunglah saya bisa menyimpannya sekitar dua tahun lalu, sebelum “gudangnya” dibongkar dan sejumlah arsip di dalamnya dihilangkan. Dengan sedikit pengayaan berdasar pengalaman pribadi, saya turunkan tulisan tentang malaria unggas ini untuk Anda.
Banyak minum
Kemunculan malaria unggas bisa dipicu oleh suhu dan kelembapan yang tinggi. Kondisi ini menyebabkan burung banyak minum untuk menurunkan suhu tubuhnya, sehingga dapat mengakibatkan meningkatnya kondisi wet litter (kotoran basah) dan memicu munculnya kasus Luekocytozoonosis.
Leukocytozoonosis kerap disebut penyakit malaria pada unggas, karena disebabkan oleh hewan bersel satu (protozoa) yang bersifat parasit dan hidup di jaringan maupun sel-sel darah. Menurut Slamet Riyadi (1985), pada iklim tropik penyakit ini bisa terjadi sepanjang tahun. Malaria unggas tersifat dengan ditandai datangnya serangan yang tiba-tiba, anemia, limpa dan hepar membengkak diikuti dengan kematian. Mortalitas pada outbreak yang akut dapat mencapai 10 – 80%.
Burung yang muda lebih peka, namun biasanya jarang terjadi pada burung sampai umur 6-8 minggu. Protozoa penyebab penyakit ini adalah Leukocytozoon dan sebagai hospesnya adalah bangsa burung. Yang biasa menyerang pada burung adalah L. caulleryi, L. sabrazesi dan L. adrewsi. Seperti halnya protozoa yang lain, luekositozoon juga mengalami beberapa stadium perkembangan. Perkembangan seksual dan fertilitas dari leukositozoon terjadi dalam tubuh vektor yaitu Cullicoides sp. dan Simulium sp. yang juga berperan sebagai penyebar penyakit ini.
Gejala Penyakit
Burung yang terserang mengalami kelemahan umum, demam, merosot nafsu makan, lesu dan pincang atau paralysa (kelumpuhan). Serangan penyakit yang tiba-tiba outbreak dan akut dan banyak menghasilkan variasi lesi, tetapi yang utama adalah pendarahan berbintik pada otot, jendalan darah dalam rongga perut, pendarahan hati, kepucatan dan anemi berat, kerusakan sel-sel darah putih (luekositosis), limpa dan hepar membesar. Pada anemi yang parah, burung akan tampak sulit bernafas (tersengal-sengal atau megap-megap), disebabkan jumlah parasit yang ada di dalam dinding kapiler paru-paru meningkat.
Burung bisa muntah, kotoran (feses) berwarna kehijauan dan mati akibat pendarahan. Bila peradangan sudah sampai otak maka unggas menunjukkan gerakan yang tak terkoordinir.
Mortalitas akan tinggi pada kasus akut dan subakut. Kematian akan mulai terjadi satu minggu pasca infeksi, sedang burung yang bertahan hidup pertumbuhan akan terhambat dan produksinya menjadi rendah. Biasanya burung diserang penyakit ini secara bertahap.
Diagnosa
Infeksi Leukocytozoon dapat didiagnosa melalui pengamatan mikroskopik pada preparat apus darah yang dicat dengan giemza. Baik sel darah merah maupun sel darah putih bisa terinfeksi. Burung yang dicurigai terserang penyakit ini, gambaran darahnya akan tampak adanya protozoa tersebut, khususnya perkembangan dari protozoa stadium infektif. Selain itu, melalui uji mikroskopik dapat juga digunakan untuk mengetahui meluasnya jaringan yang rusak dari organ-organ seperti hepar, limpa, otak dan paru-paru.
Pencegahan dan kontrol
Sebagai upaya pencegahan terhadap outbreak yang akut, khususnya yang disebabkan oleh L. caulleryi, dapat digunakan golongan sulfa, seperti Sulfaquinoxaline (0,005%) atau Sulfadimetoxine (0,0025%) dicampur dalam makanan atau air minum. Bisa juga digunakan Pyrimethamine (0,00005%) atau Clopidol (0,0125 – 0,025%) dalam makanan, tetapi hanya diberikan sampai umur 18 minggu.
Kontrol diutamakan terhadap terjadinya kontak langsung antara vektor serangga dengan hospes. Penyemprotan dengan insektisida pada tempat-tempat yang diduga sebagai sarang vektor dapat sedikit membantu, meskipun belum bisa dikatakan sebagai tindakan pencegahan yang tuntas dan menyeluruh.
Pengobatan
Di dalam tulisan asli tentang “Apa Itu Malaria Unggas” tidak disebutkan bagaimana cara pengobatan penyakit ini. Tetapi karena dalam upaya pencegahan disebutkan adanya beberapa golongan sulfa yang bisa mengatasi L. caulleryi, maka untuk pengobatannya saya (penulis-Duto Sri Cahyono) menduga (mohon dicatat, ini sekadar dugaan saya pribadi yang jelas-jelas bukanlah ahli dalam ilmu kesehatan hewan) bahwa golongan sulfa di atas juga bisa untuk pengobatan.
Yang lebih penting lagi, ketika burung Anda menunjukkan gejala-gejala serangan malaria unggas, maka akan lebih baik kalau selain diobati dengan obat-obatan unggas yang beredar di pasaran (cari yang dalam komposisinya terdapat golongan sulfa), maka sendirikan burung tersebut. Gantang di tempat yang sirkulasi udaranya baik dan perlakukan secara khusus.
Suplemen yang mengandung vitamin A dan K, saya sarankan diberikan untuk mempercepat penyembuhan. Saran penggunaan vitamin A dan K ini saya sampaikan berdasarkan referensi dari “Tips Pengobatan Koksidiosis” yang dulu juga dimuat di www.poultryindonesia.com (saya sebut “dulu”, karena arsip tentang tulisan ini saya lihat juga sudah tidak ada di situs tersebut). Di sana disebutkan, dalam pengobatan unggas yang terserang koksidiosis bisa diberikan vitamin A dan K untuk mempercepat penyembuhan.
Pengalaman pribadi
Saya juga ingin menyampaikan tips kecil bagaimana menambah daya tahan burung ketika mulai terserang penyakit (karena penyebab apapun) sebelum burung benar-benar sakit dan tidak mau makan lagi (relatif terlambat karena kita diharuskan melolohkan obat agar masuk ke tembolok/perut burung).
Burung yang menunjukkan gejala terserang penyakit seperti lesu, berkurang nafsu makannya, berak encer (padahal biasanya tidak), kotoran berubah warna dari warna biasanya, dan sebagainya, saya biasa memberikan multivitamin suplemen yang biasa dikonsumsi manusia.
Di pasaran, banyak beredar suplemen tersebut. Untuk jumlah penggunaannya, sesuaikan saja dengan berat tubuh burung. Dikira-kira saja berapa berat badan burung, misalnya seperduaratus berat tubuh manusia normal, maka jumlah suplemen yang diberikan ya sebanyak aturan pakai untuk manusia dibagi dua ratus, dan ketemunya sekian gram dan sebagainya.
Perlu saya sampaikan bahwa tips ini berdasar pengalaman dan belum pernah dibuktikan secara klinis medis-laboratoris. Oleh karenanya, saya tidak bertanggung jawab secara hukum ataupun finansial apabila tips yang saya sampaikan tidak manjur atau malah menimbulkan masalah pada burung Anda.
Yang jelas, saya bertanggung jawab secara moral meski sesungguhnya pertanggungjawaban moral bukanlah hal yang ringan karena bisa menimbulkan beban moral untuk saya. Karena hal itulah saya hanya akan menyampaikan nama/merk suplemen yang biasa saya gunakan dan bagaimana cara penggunaannya hanya kepada mereka yang menanyakannya secara pribadi (melalui PM, telepon atau email).
Atau sebaiknya abaikan saja tentang pengalaman saya itu dan fokuskan saja pada bahasan sebelumnya yang saya tulis berdasar referensi yang jelas.
Sebelum saya tutup tulisan ini, saya akan memberikan sedikit catatan tentang wet litter (kotoran basah). Kotoran basah pada burung bisa disebabkan oleh adanya penyakit tetapi ada juga yang disebabkan oleh penggunaan voor jenis tertentu.
Berdasarkan pengalaman saya, di pasaran ada voor yang menyebabkan kotoran burung terlihat berair (wet litter), sedangkan yang lainnya sebaliknya (kering/ cepat kering). Kedua “jenis” voor itu sama-sama bagus dalam hal komposisi maupun pengaruhnya pada burung.
Hal yang perlu saya tegaskan adalah bahwa ketika Anda menjumpai kotoran burung terlihat selalu berair/ basah, bisa jadi itu adalah kondisi normal/ bukan karena penyakit tetapi hanya karena penggunaan voor merk tertentu. Oke, kali lain saya akan menurunkan tulisan tentang voor berdasarkan pengalaman saya sendiri dan sejumlah kicaumania di Solo. Jadi, ikuti terus ya KM kita…..
(dikutip dr:omkicau.com)
No comments:
Post a Comment